Friday, October 23, 2009

trekking the Himalaya 4

Hari ke 10, 3 Oktober 2009

Trekking hari ke 8, Lobuche – Gorak Shep 5180 m, waktu tempuh 4 jam.

Pagi ini kita memulai perjalanan lebih siang dari biasanya. Jam 8 setelah sarapan kita segera bergerak. Salju masih turun bahkan lebih lebat. Gue bener-bener menikmati perjalanan ini meskipun perut masih bergemuruh. Gue bener-bener menari di atas jalan batu berselimut salju… Nggak akan pernah hilang dari kepala gue.

Perjalanan hari ini tanpa satu gunung pun terlihat. Hari ini buat pertama kalinya tustel gue masuk ransel. Gue musti hemat tenaga karna kondisi badan lagi nggak juara. Selain itu ulu hati gue agak berasa ngilu, apa lagi kalo keantuk tustel. Jadi kali ini gue nggak motret sebiji pun. Nggak apa deh. Sayang memang, tapi demi tercapainya tujuan yang lebih mulia..

Jadi mohon dimaafkan kalo di bagian ini miskin foto. Nanti gue pinjem foto-fotonya Unggul yang jauh lebih keren dari gue yaa... Jadi bagian cerita super menderita ini tetep ada gambarnya...

Tiba di penginapan ternyata ruang makan agak penuh nggak seperti biasanya. Ya ini karena memang masih turun salju jadi orang lain pun cuma bisa nunggu tanpa kegiatan selain main kartu. Gue usahain sebisa mungkin buat istirahat, meskipun kedinginan dan nggak berasa ngantuk.

Rencana besok pagi, akan berangkat jam 5 pagi ke Kalapatthar kalau cuaca membaik atau turun kembali kalau cuaca nggak mendukung.

Hari ke 11, 4 Oktober 2009

Trekking hari ke 9, Gorak Shep – Kalapatthar 5545 m – Pangboche 3980 m, dalam 7 jam.

Jam 4.30 pagi itu Bikram udah gedor-gedor pintu ngebangunin gue sama Unggul karna cuaca membaik dan kita musti siap-siap supaya bisa segera berangkat. Jam 5.15 kita udah siap berangkat dan keluar lewat pintu belakang losmen. Diantara kusen pintu gue terperangah terkejut. Langit begitu bersih seperti baru keluar dari mesin cuci dan seperti bisa disentuh kalo tangan gue rentangin ke depan, di depan mata gue keliatan pemandangan yang begitu mempesona. Nuptse, Everest, Khumbutse. Begitu belok kiri Pumori dan Lingtren gantian nabrak mata gue. Aaah... Tuhan Maha Pencipta, begitu megahnya kreasi Mu. Air mata gue udah siap jatoh sebenernya, tapi antara malu dan gengsi kalo keliatan yang lain buru-buru gue teken pake tangan. Fiiiuuuh… untung masih agak gelap.. hehehe…

Apalah artinya manusia dibandingkan kuasa alam. Baru jalan 5 menit mendaki menuju Kalapatthar tiba-tiba awan besar naik membumbung. Sekali lagi gue beku dan melotot kali ini ngeliat awan sambil berdoa dan berharap itu cuma awan numpang lewat aja yang akan segera naik lebih tinggi dan hilang dan langit kembali jernih. Apa daya sobat, 15 menit, 30 menit, 1 jam kita terus mendaki bukannya hilang sang awan semakin tebal dan tiba-tiba gue merasa sedang berjalan di dalam botol berisi susu. Putih semata, pandangan hanya sebatas 3 meter ke depan. Dalam hati gue teriak karna kecewa. Dengan awan setebal ini habis sudah kesempatan gue kali ini.

140

Setelah menimbang segala kemungkinan ahirnya kita putusin untuk menghentikan perjalanan ke Kalapatthar dan kembali ke losmen untuk bersiap-siap melanjutkan perjalanan turun. Balik kanan bubar jalan..Beresin barang, sarapan dan siap turun. Sepanjang perjalanan awan masih tetap menutupi gunung-gunung megah itu. Hanya sekali menipis sebentar untuk kemudian menutup kembali.

141

136

Dalam perjalanan turun menuju Periche angin sungguh bertiup dengan sangat kencang. Nggak heran karna memang Periche tempat paling berangin sepanjang tahun di daerah Khumbu. Di Periche kita menyempatkan diri untuk berkunjung ke klinik HRA atau Himalayan Rescue Association. Ada 1 orang dokter dan 3 petugas medis yang sedang bertugas. Mereka orang-orang hebat yang bertugas dengan suka rela selama 10 minggu dalam 1 musim pendakian. Klinik ini memberikan pelayanan dan penyuluhan gratis untuk semua orang yang terkena penyakit ketinggian. Peralatan di klinik ini ternyata sangat komplit dan berstandard tinggi.

144

145

Masih belum cukup, setelah diterpa angin super kencang gantian gerimis mulai turun. Padahal perhentian selanjutnya masih cukup jauh.

Ahirnya pintu gerbang Pangboche keliatan juga. Agak basah dan sangat letih kami segera menuju losmen tempat istirahat. Untuk perbandingan nih ya, sewaktu jalan naik rute Pangboceh – Gorak Shep ditempuh dalam 3 hari. Naaaah... hari ini Gorak Shep – Pangboche kita tempuh dalam 6 jam aja! Kalo sebelumnya kaki gue susah nekuk maunya lurus terusm sekarang kaki gue susah lurus. Bawaannya pengen nekuk terus kebanyakan jalan.

Setelah beberapa hari di ketinggian yang mengakibatkan susah tidur, malam itu gue tidur dengan pulas dan bernafas dengan panjang.

Hari ke 12, 5 Oktober 2009

Trekking hari ke 10, Pangboche – Namche Bazar 3440 m, waktu tempuh 4 jam.

Dalam perjalanan naik rute ini kami jalani dalam 2 hari. Setelah perjalanan yang meletihkan kemarin, hari ini jarak tempuh kami sedikit lebih manusiawi. 4 jam aja dengan cuaca berawan dan tanah becek bekas hujan. Hari itu kami menyempatkan diri untuk mampir berkunjung ke Tengboche Monastery.

Photobucket

Seperti udah gue tulis sebelumnya Tengboche Monastery adalah biara terbesar untuk daerah Khumbu dan mempunyai daya tarik tersendiri untuk wisatawan dengan perayaan atau festival Mani Rimdu-nya. Dalam perayaan tersebut penduduk dari wilayah sekitar akan berbondong-bondong menghadirinya. Ternyata banyak juga wisatawan yang hanya datang untuk mengikuti dan menyaksikan keramaian ini karena 3 hari terahir merupakan puncak perayaan yang paling menarik.

Photobucket

Photobucket

Setiba di Namche Bazar gue ngerasa banget perbedaaanya. Musim trekking udah tiba dan banyak banget orang disana. Trekker, porter, rombongan yak semakin banyak dan semakin sering berpapasan di jalan. Losmen penuh, ruang makan ramai.

Hari ke 13, 6 Oktober 2009

Trekking hari ke 11, Namche Bazar – Lukla 2886 m, waktu tempuh 8 jam 30 menit.

Perjalanan naik Lukla – Namce Bazar adalah 2 hari. Ini perjalanan turun paling ambisius selama kita naik dan turun lagi. Ulu hati gue masih nyut-nyutan, lutut kanan Unggul yang dari hari pertama udah sengkle makin menjadi ditambah gejala sengkle lutut kiri, jalan turun dari Namche Bazar bisa dibilang dahsyat, jalan nanjak Pakdhing – Lukla, jarak yang jauh dan waktu tempuh yang lama.

Bener aja. Setelah 4 jam jalan kita berhenti di Benkar untuk makan siang yang super enak. Sisa perjalanan yang 4 jam berikut jangan ditanya. Hujan mulai turun makin lama makin besar, jalan becek bercampur kotoran zop, kuda, keledai dan segala macem, kaki sengkle dan tanjakan yang tak kunjung padam. Komplit. Menurut istilah Unggul “berjalan dengan mengumpulkan sisa-sisa kekuatan” hahaha.... Ojeeeeeeegggg.... I need ojeg desperately... Tustel? Udah lama masuk ransel. Selain hujan mana pula punya kekuatan buat nyantelin tustel di leher dan motret. Bawa sedotan pun udah berasa berat!

Ditengah segala kesusahan itu Unggul masih sempet berucap “Aku kok sedih ya mau ninggalin semua ini?”. Itu juga yang gue rasa dalam hati sebenernya. Tapi masih ada lain waktu hehehe… ngarepdotcom.

Lukla. Oh… ahirnya sampe juga kita di gerbang Lukla yang gue liat agak kumuh tapi tetep bikin hati berbunga. Masuk losmen kedinginan banget, segelas teh panas manis segera tersaji. Nikmatnyaaa…

Masuk kamar dengan niat mau mandi gue batal kan segera. Terlalu dingin. Ahirnya gue menetapkan hati buat keramas aja. Itu pun dibantu Unggul. Ya ampun dinginnya. Selesai keramas gue buntelan pake jaket 2 biji dan diem beku di atas tempat tidur, nggak bergerak. Unggul? Mandi bow… gila!!

Malam itu ngumpul buat makan malam terahir bareng Feishal karna besok pagi dia akan ikut rombongan lain buat naik lagi. Cuma istirahat kurang dari 24 jam. Ck..ck..ck.. Feishal, hebat banget sih kamu. Sebotol wine kita buka, 2 piring chicken chili tandas, semangkok Sherpa stew, nasi dan telur dadar, dhal bat ludes tanpa sisa.






...








No comments:

Post a Comment